Dimuat Timor Express tanggal 3 April
2014
MENJEMPUT PELUANG KERJA SAMA EKONOMI
Oleh Yohanis Yanto Kaliwon, MA
Alumnus Pascasarjana JPP Fisipol UGM Yogyakarta –
Tinggal di Maumere
Beberapa media massa lokal memberitakan tentang Seminar
Segitiga Pertumbuhan Ekonomi antara NTT-Timor Leste dan Australia, di Kupang
beberapa waktu yang lalu. Selanjutnya, Seminar Promosi Potensi Ekonomi Provinsi
NTT, kerja sama dengan Georgia dan Ukraina (Timor Express, 28 Maret 2014). Sebuah
inisiatif yang strategis dan juga prospektif. Pertanyaan lanjutannya adalah,
sudah siapkah NTT untuk masuk dan bermain secara intens dan proporsional dalam
arena pengembangan kerja sama ekonomi lintas Negara ini? Kerja sama tersebut
hendaknya meletakan NTT tidak sekadar Kota Kupang tapi seluruh Kabupaten/Kota
seantero Flobamora.
Tulisan ini memang tidak membahas secara khusus tentang
hal tersebut tetapi lebih kepada kesiapan NTT untuk menjemput mimpi besar
tersebut. Salah satunya adalah dengan kerja sama antar Daerah Kabupaten/Kota
dalam Provinsi NTT. Asumsinya, jika kerja sama antar daerah mampu mendinamisasi
perekonomian daerah di berbagai sektor, maka upaya membangun kerja sama ekonomi
secara berimbang dan berkelanjutan menemukan jalannya.
Problematika kerja sama
Upaya mendinamisasi perekonomian daerah tidak jarang
terbentur oleh batas-batas teritori maupun administratif, yang berimplikasi
pada sulitnya mendesain sebuah kebijakan pembangunan lintas daerah. Persoalan
tersebut diperparah lagi dengan perbedaan potensi sumber daya alam maupun produk-produk
bernilai ekonomi tinggi antar daerah.
Salah satu implikasinya adalah tingkat kesejahteraan masyarakat pun bervariasi
antar daerah.
Ego kewilayahan kadang menjadi penghambat utama
pembangunan ekonomi secara komprehensif dan terpadu. Saling klaim potensi yang
dimiliki tidak jarang mengganggu upaya peningkatan ekonomi daerah. Di sektor
pariwisata misalnya, promosi yang dilakukan oleh salah satu Kabupaten/Kota
dengan menyebut objek wisata daerah lain tanpa “konfirmasi” dapat memunculkan
ketersinggungan “horizontal” antar daerah.
Kabupaten/kota se-NTT pun boleh jadi tidak terlepas dari
permasalahan tersebut. Karenanya, kerja sama antar daerah menjadi penting untuk
mengurai problematika tersebut, serentak menjadi isu bersama untuk menghadapi
globalisasi dan secara khusus kerja sama dengan beberapa Negara di atas.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah pemetaan potensi ekonomi yang
dimiliki oleh setiap daerah.
Pemetaan potensi daerah
Keberagaman potensi setiap daerah harus dibaca sebagai
peluang yang prospektif untuk dikembangkan, bukan ancaman yang “memenjarakan”
dalam kerangkeng kedaerahan. Untuk
mengetahui potensi ekonomi setiap daerah di bumi Flobamora ini, kita dapat
menelusurinya dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi NTT 2010-2030.
Penetapan Kawasan budidaya terdiri atas
kawasan peruntukan hutan produksi, hutan rakyat, peruntukan pertanian,
perikanan, pertambangan, permukiman, industri, dan pariwisata serta kawasan
strategis dari sudut kepentingan ekonomi dapat menjadi salah satu referensi
penting dalam pengembangan dan penguatan kerja sama antar daerah.
Dokumen tersebut menunjukan bahwa potensi setiap wilayah
sesungguhnya sudah terpetakan secara baik meski secara makro karena tidak
menyebut detail potensi setiap daerah. Namun demikian, ketika mendesain konsep
kerja sama antar daerah maupun dengan Negara lain, potensi-potensi yang
prospektif tersebut dapat memudahkan pemilahan fokus pembangunan setiap daerah.
Tentu saja, potensi paling unggul yang harus ditingkatkan untuk membentuk
jaringan yang kuat antar daerah tanpa harus bersaing secara “tidak sehat”.
Kerja sama antar daerah
Kerja sama antar daerah merupakan amanat Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 yang memberikan kewenangan bagi daerah-daerah untuk
melakukan kerja sama. Dalam pasa1 195 ayat 1 disebutkan bahwa dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerja sama dengan
daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas
pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan.
Aturan main tersebut jelas menempatkan kesejahteraan masyarakat
sebagai sasaran utama dalam kerja sama antar daerah. Karenanya, konsep besar
dalam nota kesepahaman antar daerah harus saling menguntungkan bukan hanya di
tataran makro (pendapatan asli daerah) tetapi harus memberikan kontribusi yang
signifikan bagi peningkatan pendapatan masyarakat pada setiap daerah.
Dalam PP No. 50 Tahun
2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Antar Daerah disebutkan bahwa
Badan Kerjasama dapat dibentuk untuk Kerjasama
Antar Daerah (KAD) yang dilakukan secara terus menerus atau berlangsung dalam
waktu minimal 5 tahun. Tentunya pilihan untuk membentuk Badan Kerja Sama harus
melalui pertimbangan yang matang dan terukur agar tidak mengganggu fungsi
koordinasi pemerintahan di level atas (Provinsi, misalnya). Andaikata Badan
Kerja Sama dipandang efektif maka personil-personil yang ditunjuk untuk
mewakili daerah masing-masing harus
memiliki kapasitas, kapabilitas dan kemampuan yang handal untuk mengambil
keputusan-keputusan penting maupun dalam tataran implementasi kebijakan yang
disepakati bersama.
Inisiasi
Kerjasama Antar Daerah (KAD) baru dapat berjalan dengan efektif apabila telah
ditemukan kesamaan isu, kesamaan kebutuhan atau kesamaan permasalahan. Kesamaan
inilah yang dijadikan dasar dalam mempertemukan daerah-daerah yang akan
dijadikan mitra (Tarigan,2002). Dalam konteks ini, kesamaan isu yang harus
disepakati adalah menyongsong terbangunnya konsensus kerja sama ekonomi dengan
Negara lain.
Andaikata kerja sama antar daerah mampu mendinamisasi
perekonomian daerah dengan infrastruktur yang memadai dan pengembangan potensi
daerah secara komprehensif di seantero Flobamora, maka asa yang terajut dalam
kerangka kerja sama ekonomi tersebut bukan sekadar wacana tanpa aksi. Semoga!