Rabu, 19 November 2014

TIM SEPAK BOLA BAPPEDA SIKKA
(PLAY FOR GLORY)

KEGIATAN BIDANG LITBANG BAPPEDA SIKKA















Persiapan Kegiatan MDG'S dan TKPKD
November 2014......

TUGAS DAN FUNGSI BAPPEDA SIKKA


TUGAS DAN FUNGSI BAPPEDA SIKKA
1.   Kepala Badan

mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah, penyelenggaraan dan pengolahan data statistik serta pelaksanaan penelitian dan pengembangan.
mempunyai fungsi :                                           
  1. penyusunan  program kerja di bidang perencanaan pembangunan daerah ;
  2. perumusan kebijakan teknis di bidang perencanaan, penelitian dan pengembangan serta pengolahan data statistik dan tata ruang  daerah ;
  3. pengoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan daerah;
  4. pemberian dukungan atas penyelenggaaran pemerintahan daerah dalam bidang perencanaan pembangunan daerah ;
  5. pembinaan, bimbingan teknis, pengawasan, pengendalian teknis dan pelaksanaan kegiatan di bidang perencanaan pembangunan daerah yang meliputi  penelitian dan pengembangan, pengolahan data statistik, pengembangan prasarana wilayah dan tata ruang, pemerintahan, sosial dan budaya serta ekonomi;
  6. penyelenggara urusan pemerintahan daerah dibidang perencanaan pembangunan, urusan di bidang statistik, penelitian dan pengembangan serta pelaksanaan sebagaian urusan dibidang penataan ruang ;
  7. penanggung jawab pelaksanaan kegiatan perencanaan pembangunan daerah;
  8. pengelolaan administrasi kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana serta ketatausahaan Badan;
  9. pembinaan dan pengawasan terhadap dan kelompok jabatan fungsional ; dan
  10. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan  bidang  tugasnya.
2.   Sekretaris

mempunyai tugas pokok menyiapkan bahan koordinasi perumusan kebijakan teknis dan memberikan pelayanan administratif dan fungsional kepada semua unsur di lingkungan Badan, penyelenggaraan administrasi umum, surat menyurat, kepegawaian, pengelolaan keuangan, hubungan masyarakat, sarana dan prasarana perlengkapan, urusan rumah tangga, protokol, perjalanan dinas, kearsipan dan ketatalaksanaan Badan  serta penyusunan perencanaan program dan pelaporan.  
mempunyai  fungsi :
  1. penyusunan program kerja di bidang kesekretariatan Badan;
  2. pengoordinasian kegiatan di lingkungan Badan;
  3. penyiapan bahan koordinasi dan pengendalian rencana dan program kerja perencanaan    pembangunan daerah;
  4. penyelenggaraan pengelolaan administrasi umum, surat menyurat, ketatalaksanaan, kepegawaian, pengelolaan keuangan, sarana dan prasarana Badan;
  5. penyelenggaraan hubungan kerja di bidang administrasi dengan lembaga terkait;
  6. penghimpunan, pengelolaan dan penilaian kinerja aparatur  fungsional perencana dan jabatan fungsional lainnya ; dan
  7. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.


3.   Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan

mempunyai tugas pokok memimpin pelaksanaan tugas di Bidang Penelitian dan Pengembangan, menyusun program, merumuskan kebijakan teknis dan melaksanakan kegiatan statistik, penelitian dan pengembangan, pengendalian dan pelaporan pelaksanaan pembangunan daerah.
mempunyai  fungsi :
  1. penyusunan rencana kegiatan tahunan bidang penelitian dan pengembangan;
  2. pelaksanaan penelitian serta pengembangan di berbagai bidang;
  3. pengelolaan data dan pengembangan informasi potensi daerah;
  4. penyusunan dan pengelolaan data statistik;
  5. pengendalian dan pelaporan kegiatan pembangunan daerah; dan
  6. pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.

4.   Kepala Bidang Prasarana dan Tata Ruang

mempunyai tugas pokok memimpin pelaksanaan tugas dan merumuskan kebijakan serta penyusunan rencana pembangunan di  bidang pengembangan prasarana wilayah dan tata ruang daerah.
mempunyai  fungsi :
  1. penyusunan program kerja pengembangan prasarana wilayah dan penataan ruang daerah;
  2. penyiapan perumusan kebijakan perencanaan pembangunan daerah pada urusan  pekerjaan umum, perumahan, penataaan ruang, perhubungan, pariwisata dan  lingkungan hidup;
  3. pengoordinasian dan sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah pada urusan  pekerjaan umum, perumahan, penataan ruang, perhubungan, pariwisata dan  lingkungan hidup;
  4. pelaksanaan penyusunan perencanaan pembangunan daerah pada urusan  pekerjaan umum, perumahan, penataan ruang, perhubungan, pariwisata dan  lingkungan hidup;
  5. pemantauan, evaluasi dan analisis pelaporan tetang pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah pada urusan  pekerjaan umum, perumahan, penataan ruang, perhubungan, pariwisata, dan lingkungan hidup; dan
  6. penyelenggaraan hubungan kerja pada urusan  pekerjaan umum, perumahan, penataan ruang, perhubungan, pariwisata dan  lingkungan hidup.

5.   Kepala Bidang Sosial dan Budaya

mempunyai tugas pokok memimpin pelaksanaan tugas dan merumuskan kebijakan serta penyusunan rencana pembangunan di  Bidang Pemerintahan,  Sosial  dan Budaya.
mempunyai  fungsi :
  1. penyusunan program kerja di bidang pemerintahan, sosial dan budaya;
  2. penyiapan perumusan kebijakan perencanaan pembangunan daerah pada urusan  pendidikan, kesehatan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, pemuda dan olah raga, kebudayaan, kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat, otonomi daerah dan pemerintahan umum,  perpustakaan, hukum, pertanahan serta komunikasi dan informasi ;
  3. mengoordinasian dan sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah pada urusan  pendidikan, kesehatan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, pemuda dan olah raga, kebudayaan, kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat, otonomi daerah dan pemerintahan umum, perpustakaan, hukum, pertanahan, komunikasi dan informasi ;
  4. pelaksanaan penyusunan perencanaan pembangunan daerah pada urusan  pendidikan, kesehatan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, pemuda dan olah raga, kebudayaan, kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat, otonomi daerah dan pemerintahan umum, perpustakaan, hukum, pertanahan, komunikasi dan informasi ;
  5. pemantauan, evaluasi dan analisis pelaporan tentang pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah pada urusan  pendidikan, kesehatan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana  dan keluarga sejahtera, sosial, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, pemuda dan olah raga, kebudayaan, kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat, otonomi daerah dan pemerintahan umum, perpustakaan, hukum, pertanahan, komunikasi dan informasi ; dan
  6. penyelenggaraan hubungan kerjasama perencanaan urusan pendidikan, kesehatan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, pemuda dan olah raga, kebudayaan, kesatuan bangsa, politik dan perlindungan masyarakat, otonomi daerah dan pemerintahan umum, perpustakaan, hukum, pertanahan serta  komunikasi dan informasi.

6.   Kepala Bidang Ekonomi

mempunyai tugas pokok memimpin pelaksanan tugas, merumuskan kebijakan, mengoordinasikan serta penyusunan rencana pembangunan di bidang ekonomi yang meliputi  koperasi, usaha kecil dan menengah, penanaman modal, pertanian dan ketahanan pangan, kelautan dan perikanan, perdagangan, perindustrian, pertambangan dan energi serta pemberdayaan masyarakat dan desa.
mempunyai  fungsi :
  1. penyusunan program di bidang pengembangan ekonomi;
  2. penyiapan perumusan kebijakan perencanaan pembangunan daerah pada urusan koperasi, usaha kecil dan menengah, penanaman modal, pertanian dan ketahanan pangan, kelautan dan perikanan, perdagangan, perindustrian, pertambangan dan energi serta pemberdayaan masyarakat dan desa;
  3. pengoordinasian dan sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah pada urusan koperasi, usaha kecil dan menengah, penanaman modal, pertanian dan ketahanan pangan, kelautan dan perikanan, perdagangan, perindustrian, pemberdayaan masyarakat dan desa;
  4. pelaksanaan penyusunan perencanaan pembangunan daerah pada urusan koperasi, usaha kecil dan menengah, penanaman modal, pertanian dan ketahanan pangan, kelautan dan perikanan, perdagangan, perindustrian, pemberdayaan masyarakat dan desa;
  5. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan analisis pelaporan tetang pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah pada urusan koperasi, usaha kecil dan menengah, penanaman modal, pertanian dan ketahanan pangan, kelautan dan perikanan, perdagangan, perindustrian, pemberdayaan masyarakat dan desa; dan
  6. penyelenggaraan hubungan kerjasama pada perencanaan urusan koperasi, usaha kecil dan menengah, penanaman modal, pertanian dan ketahanan pangan, kelautan dan perikanan, perdagangan, perindustrian, pertambangan dan energi serta pemberdayaan masyarakat dan desa.

“MENDULANG EMAS” DI PUSARAN KEMISKINAN



Pos Kupang, 4 Maret 2014
“MENDULANG EMAS” DI PUSARAN KEMISKINAN
Oleh: Yohanis Yanto Kaliwon,MA
(Alumnus Pascasarjana JPP Fisipol UGM, tinggal di Maumere)
      Judul tulisan ini terinspirasi dari program unggulan Pemkab Flores Timur yaitu Gerakan Membangun Ekonomi Masyarakat atau disingkat Gerbang Emas. Peningkatan ekonomi masyarakat (emas) merupakan salah satu langkah strategis untuk percepatan peningkatan kesejahteraan. Artinya, gerakan tersebut juga dapat dipahami sebagai spirit untuk membawa masyarakat keluar dari belenggu kemiskinan. Tulisan ini tidak membahas “emas” dalam konteks Flores Timur semata, tapi NTT secara umum.
      Kemiskinan sepertinya telah menjadi identitas ke-NTT-an. Nagekeo KLB Gizi Buruk; tiga meninggal dunia, satu dirawat (PK,6/2), Indeks Pertumbuhan Manusia NTT berada di urutan tiga terbawah sebelum Papua dan NTB (PK,24/1) dan banyak lagi litani kemiskinan yang didendangkan dalam nada getir sejak dulu hingga kini. Bahkan iklan sebuah produk sabun dengan gamblangnya menampilkan wajah NTT yang patut dikasihani, patut dibantu. Bisnis atau sosial? Entahlah!
Kemiskinan: siapa yang salah?
    Pertanyaan menggelitik tersebut menuntun kita untuk introspeksi bersama, mengapa masyarakat sulit keluar dari lingkaran kemiskinan? Sementara program pemberdayaan ekonomi masyarakat gencar dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten? Provinsi dengan “Anggur Merah”, Sikka dengan “Gelora”, Flores Timur dengan “Gerbang Emas”nya, “Perak” di Ngada dan lain-lain.
    Dalam banyak hal, Negara (Pemerintah) dituding sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap persoalan kemiskinan. Meminjam beberapa teori (dalam Dahuri,2003), kemiskinan dapat ditelusuri dari tiga pendekatan yaitu struktural, kultural dan alamiah. Struktural, jika terjadi ketimpangan distribusi sumber daya karena struktur sosial yang ada. Hanya masyarakat yang dekat dengan kekuasaan yang mampu mengakses resources yang tersedia. Artinya, Negara lalai. Negara tidak hadir ketika kaum marginal membutuhkan bantuan.
    Sementara pendekatan kultural melihat kemiskinan karena faktor budaya seperti kemalasan yang bersumber pada nilai – nilai budaya lokal yang memang tidak kondusif untuk suatu kemajuan. Dan pendekatan alamiah melihat kemiskinan lebih karena kondisi sumber daya alam yang ada tidak mendukung mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi produktif. Dalam konteks masyarakat agraris, dapat digambarkan dengan gersangnya lahan.
    Mengacu kepada tiga pendekatan tersebut, ”introspeksi” kita tentu lebih mudah, lebih mengerucut. Negara boleh jadi lalai dalam beberapa kasus. Kondisi geografis NTT yang kepulauan, terbatasnya sumber daya dan terdapat beberapa wilayah yang terisolir merupakan tantangan Negara yang paling serius. Contoh kasus paling aktual adalah kelangkaan pasokan Sembako di Amfoang karena akses darat dan laut yang terputus (PK, 7/2/2014).
Di sisi lain, persoalan kultural juga harus diakui memberi kontribusi yang signifikan bagi terciptanya kemiskinan. Budaya malas, pola hidup konsumtif ”besar pasak dari tiang”, perjudian, dan lain-lain menggiring masyarakat ke dalam jebakan kemiskinan yang permanen. Dan pendekatan alamiah adalah problem utama masyarakat NTT, seperti kondisi alam yang gersang, curah hujan yang rendah, dan lain-lain (Lihat opini Serman Nikolaus,M.Sc,PK, 25/2/2014).
    Untuk memastikan faktor mana yang paling dominan, perlu dilakukan kajian yang mendalam tentang penyebab kemiskinan di NTT. Banyak perguruan tinggi yang dapat terlibat atau dilibatkan dalam proses ini. Setiap wilayah boleh jadi berbeda problematikanya. Karenanya, kebijakan pengentasan kemiskinan pun tentu berbeda pula, tidak ”pukul rata”.
”Gerbang Emas”: sebuah langkah strategis?
    Gerakan membangun ekonomi masyarakat mungkin terdengar ambisius di tengah semakin kokohnya kapitalisme global maupun lokal. Upaya membangun ekonomi kerakyatan untuk meningkatkan kesejahteraan telah dilaksanakan oleh Negara, sejak Orde Lama hingga kini. Namun demikian, korupsi, kolusi dan nepotisme telah menjadikannya hanya indah di atas kertas. Perlu komitmen yang kuat untuk membangun kembali kepercayaan rakyat yang telah lama ”pudar”, membangkitkan semangat kewirausahaan dan memanfaatkan potensi yang dimiliki semaksimal mungkin.
    Sederhananya, ekonomi kerakyatan harus dibangun berdasarkan apa yang ada dalam masyarakat, bukan ”diada-adakan” (top down). Harus ada upaya serius untuk mengidentifikasi potensi manusia dan alam di setiap wilayah. Ada pemetaan yang gamblang dan mudah dipahami oleh semua pihak tentang itu, sehingga proses perencanaan pembangunan berbasis ekonomi kerakyatan lebih terarah dan tepat sasaran.
    Di sisi lain, merubah pola pikir masyarakat untuk keluar dari ”zona nyaman” (bekerja untuk sekedar memenuhi kebutuhan dasar) menjadi individu yang memiliki semangat kewirausahaan adalah kerja-kerja pemberdayaan yang wajib dilaksanakan oleh semua pihak (Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat itu sendiri).
    Jika semua itu dilaksanakan secara baik dan berkesinambungan pada setiap periode kepemimpinan di level Provinsi maupun Kabupaten, maka ”gerbang emas” diasumsikan mampu membawa masyarakat keluar dari jebakan kemiskinan permanen, menuju ke arah yang lebih sejahtera. Dengan demikian, NTT tidak lagi mendapat berbagai julukan ”miring”, tidak lagi menjadi obyek yang patut dikasihani, apa lagi ”dijual” untuk kepentingan kaum kapitalis. Semoga!
      

PARIWISATA: “MIMPI BESAR” YANG MENJANJIKAN



Opini ini pernah dimuat HU Flores Pos, 8 Agustus 2010
PARIWISATA: “MIMPI BESAR” YANG MENJANJIKAN
Oleh: Yohanis Yanto Kaliwon
(Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Yogyakarta-Tubel Pemkab Sikka)

Menyadari keterbatasan potensi sumber daya alam (SDA) di Nusa Tenggara Timur(NTT), maka Pariwisata adalah pilihan yang tepat untuk mendinamisasi perekonomian Daerah. Peta potensi pariwisata NTT secara keseluruhan sesungguhnya sangat prospektif jika dikelola secara serius dan berkesinambungan. Asumsinya, jika pengembangan sarana dan prasarana pariwisata ditata secara baik didukung dengan promosi yang gencar, mampu mengundang banyak wisatawan, maka sektor-sektor lainnya akan bergerak mengikuti atau meningkat secara signifikan. Sektor pertanian, jasa-jasa, perdagangan, hotel, restoran, industri berbasis potensi lokal dan lain-lain akan terstimulisasi secara positif.
Banyak upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten se-NTT dalam mengembangkan sektor pariwisata, namun “efek berganda” yang diharapkan akan mendinamisasi perekonomian daerah harus diakui belum maksimal. Gebrakan Gubernur Lebu Raya untuk “back to basic” mendayagunakan potensi lokal haruslah direspon sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari semua sektor, bukan hanya sekedar memanfaatkan(baca:mengkonsumsi sendiri) potensi yang ada tetapi lebih dari itu, bagaimana potensi lokal tersebut diberdayakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Robert Wood, menulis, “…pariwisata dapat memperkuat kebudayaan-kebudayaan tradisional dengan cara menambah kebanggaan setempat dan membuat kerajinan tangan dan kegiatan-kegiatan tradisional lainnya menjadi layak dikembangkan secara ekonomi(dalam: Dr. Yekti Maunati, Identitas Dayak,LKiS,Yogyakarta,2004:43). Dengan demikian, pariwisata juga sebenarnya mampu “meregenerasi” tradisi-tradisi komunitas adat yang mulai terkikis modernisasi di satu sisi dan memberi keuntungan ekonomis di sisi lain.
Berdasarkan laporan dari World Trade and Tourism Council (WTTC, 1999), secara global di tahun 1999 pariwisata menghasilkan pendapatan sebanyak 3,5 triliun US$ dan menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak 200 juta. Laporan WTTC juga menambahkan bahwa di kebanyakan Negara, wisata pesisir merupakan industri wisata terbesar dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi PDB (sekitar 25 % dari total PDB). Di Bali sebagai contoh sumbangan kumulatif sektor pariwisata terhadap PDRB mencapai 70 % (1999) walaupun tragedi WTC New York dan Bom Bali menyebabkan penurunan pendapatan menjadi 60 % tahun 2000 dan 47% tahun 2002 (Bali Post, 2003).
Jika seluruh potensi pariwisata dikelola secara baik maka bukan mustahil kita mampu bersaing dengan Bali. Paket-paket wisata dengan rute Bali, NTB dan NTT sudah cukup banyak meskipun masih insidentil dan parsial. Persoalannya adalah “peluang” tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal agar wisatawan yang melewati daerah kita “betah” untuk menikmati paket-paket wisata yang menarik. Beberapa Daerah telah menangkap peluang tersebut secara baik tetapi  dampak positif ekonomisnya masih terkonsentrasi pada titik-titik lokasi pariwisata tersebut. Di Moni Kabupaten Ende misalnya, daya tarik danau tri warna Kelimutu telah menstimulasi bergeraknya sektor-sektor lain seperti jasa, penginapan, restaurant, transportasi, industri souvenir dan lain-lain.
Keindahan pesisir pantai maupun potensi kelautan yang menjanjikan pun belum dikelola secara maksimal. Masih banyak ruang terbuka pantai yang dibiarkan merana seolah tak bertuan. Dengan topografi yang unik, berbukit-bukit, tebing-tebing tinggi yang curam maupun hamparan padang ilalang yang belum tersentuh, sesungguhnya dapat dibangun berbagai prasarana dan sarana pendukung pariwisata. Dalam konteks ini, koordinasi lintas sektor merupakan suatu keharusan, mulai dari perencanaan tata ruang, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, agar dampak negatif  proses kontruksi dapat diminimalisir.
Disamping itu, situs-situs bersejarah yang bernilai historis tinggi perlu dilestarikan keberadaannya. Peningkatan akses mobilitas ke titik-titik lokasi tersebut dapat memudahkan wisatawan untuk menentukan rute dan waktu perjalanannya. Lebih menarik lagi, jika di lokasi-lokasi tersebut para wisatawan dapat disuguhi pertunjukan ritus-ritus adat maupun atraksi-atraksi tradisional yang telah dikemas secara baik sebagai suguhan yang memikat wisatawan. Stuart Hall berpendapat bahwa etnis-etnis lain yang eksotik dan murni adalah sebuah fantasi Barat(dalam Yekti Maunati,2004:45). Dengan memahami orientasi wisatawan (khususnya mancanegara), kita dapat melakukan banyak terobosan untuk “menghidupkan kembali”  kesenian-kesenian tradisional, tanpa harus menanggalkan modernitas yang terus bergerak maju.
Jika seluruh potensi pariwisata telah dikembangkan secara baik, maka promosi baik melalui media massa, brosur, website dan lain-lain adalah “sentuhan akhir yang indah” untuk meyakinkan calon-calon wisatawan yang sedang merencanakan perjalanan wisatanya. Dengan kebanggaan dan kepercayaan diri menampilkan visualisasi yang artistik, kita berani berujar “welcome to my beautiful island”. Selamat datang di pulauku yang indah dan menawan.
Pelibatan sektor swasta secara intens dalam “mega proyek pariwisata” ini adalah suatu keharusan. Kompensasi pembebasan pungutan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah(PAD) seperti retribusi daerah, pajak daerah dan lain-lain untuk jangka waktu tertentu bagi pemodal atau investor di sektor pariwisata adalah salah satu langkah taktis dalam upaya mendinamisasi perekonomian Daerah untuk jangka panjang.  Jika dinamika perekonomian daerah bergerak naik secara meyakinkan, maka peningkatan PAD sebagai salah satu variabel esensial implementasi otonomi daerah dapat terpenuhi. Dengan lain kalimat, ketergantungan Daerah pada Pusat akan berkurang secara signifikan.
Sekali lagi, “mimpi besar” untuk mengubah “padang ilalang, situs-situs tua, hamparan pasir-pasir pantai” menjadi tempat pariwisata yang menjanjikan dan mampu mengundang wisatawan untuk berkunjung, bukan mustahil akan membawa masyarakat dengan berbagai latar belakang profesi atau pekerjaan, menuju kesejahteraan. Dan kemandirian sebagai jiwa dari otonomi daerah itu sendiri akan terwujud dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semoga!